Maras Taun Adat Barik Urang Belitong …
Dua
belas gadis remaja menyanyikan lagu Maras Taun sambil
berlenggak-lenggok menarikan tari maras taun di hadapan para tamu
undangan. Berbusana kebaya khas petani perempuan yang dilengkapi topi
caping, mereka terus melantunkan ucapan syukur tahunan yang sudah
menjadi adat masyarakat Belitung.Tari itu merupakan suguhan pembuka
dalam puncak peringatan Maras Taun di Desa Selat Nasik, Pulau Mendanau,
Kabupaten Belitung, pertengahan April lalu. Tarian maras taun itu
menyimbolkan para petani yang bekerja sama saat memanen padi ladang yang
sudah tua. Untuk saling menyemangati, mereka menyanyikan sendiri lagu
Maras Taun, bukan dengan iringan kaset.Setelah para penari undur
diri, dua dukun utama di desa itu tampil memulai doa bagi keselamatan
Desa Selat Nasik dan Pulau Mendanau. Muhammad, sang dukun tua, mengambil
posisi di sebelah kanan, sedangkan Abu Bakar Abas, dukun yang lebih
muda, mengambil posisi di sebelah kiri. Sebelum memulai doa, Abu
Bakar memberi sedikit penjelasan tentang tahap-tahap dan fungsi doa
keselamatan tersebut. Setelah itu Muhammad mengambil anglo kecil yang
sudah diisi arang yang membara dan meletakkan potongan kayu gaharu ke
atas bara sehingga keluar asap dengan wewangian khas. Di depan kedua
dukun itu ada irisan daun norsah dan daun hati-hati, yang disebut dengan
kesalan. Sesudah itu, mulut para dukun komat-kamit membaca mantra.
Doa mereka akhirnya bersatu dalam suatu doa bersama yang dilafalkan
dalam bahasa Arab. Selanjutnya, kesalan diberkati lalu dijadikan rebutan
para peserta maras taun.
Menurut Abu Bakar, irisan daun norsah
berarti cahaya dari Tuhan, sedangkan daun hati-hati melambangkan
peringatan bagi manusia agar tidak bertindak keliru. Maksudnya, dalam
menjalani hidup, manusia harus berhati-hati karena Tuhan melihat semua
kelakuan kita.
Oleh penduduk, ramuan kesalan dimasukkan ke dalam
secawan air kemudian ditaburkan di dalam rumah dan perahu yang biasa
mereka digunakan untuk melaut. Kesalan diyakini akan membawa keselamatan
dan keberuntungan bagi semua orang yang mendapatkannya.
Maras taun,
menurut Maryono, ketua panitia acara tersebut, pada awalnya merupakan
peringatan hari panen bagi para petani padi ladang. Padi ladang hanya
dapat dipanen setelah ditanam sembilan bulan sehingga peringatannya
dilakukan setahun sekali. Dalam kehidupan masyarakat kepulauan,
seperti Pulau Mendanau, padi ladang memegang peranan yang sangat penting
karena menjadi sumber pasokan bahan makanan utama. Perdagangan beras
antarpulau memang dapat dilakukan tetapi pasokan dari tanah sendiri
sangat penting, terutama jika suatu pulau terisolasi oleh badai dan
cuaca buruk selama beberapa minggu.
Pada perkembangannya, peringatan
panen padi itu berkembang menjadi peringatan syukur bagi semua penduduk
pulau, baik yang berprofesi sebagai petani padi maupun nelayan. Jika
petani merayakan panen, nelayan merayakan musim penangkapan tengiri dan
laut yang tenang. Pada intinya, semua bersyukur untuk hasil panen pada
bidang masing-masing selama setahun yang telah lewat.
Maras dalam
bahasa Belitung, kata Abu Bakar, berarti memotong dan taun berarti
tahun. Makna yang terkandung di dalamnya adalah semua penduduk
meninggalkan tahun yang lampau dengan ucapan syukur dan permohonan atas
semua yang baik untuk tahun selanjutnya.
Peringatan Maras Taun tidak
hanya dilakukan oleh masyarakat Selat Nasik, tetapi juga oleh banyak
desa di Pulau Belitung, Pulau Mendanau, dan pulau-pulau kecil lain yang
menginduk ke Kabupaten Belitung. Perayaan semacam ini sempat mati selama
puluhan tahun, tetapi dihidupkan kembali sekitar enam tahun lalu di
Selat Nasik. Semula acara ini dihidupkan untuk menarik wisatawan ke
kawasan itu. Namun, setelah berjalan enam tahun masyarakat kembali
meresapi acara ini sebagai bagian integral kehidupan budaya mereka.
Bahkan banyak desa lain juga menangkap semangat yang sama dan kembali
merayakan maras taun sebagai warisan leluhur yang sempat hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar